Friday 24 February 2017

03.00

Hari itu aku menunggumu di sebuah cafe dengan mata yang sembab. Seolah-olah tugas wanita hanya selalu "menunggu".

Siang itu klakson-klakson diiringi dengan makian-makian orang di jalanan membuat kupingku gaduh, hari itu aku "menunggumu" dengan perasaan bimbang dengan cerita-cerita yang menggunung.

Tapi penantianku tidak pernah berujung pada kehadiran....

Katamu, kamu akan selalu ada dengan cerita-ceritaku yang "tidak seberapa".

Jika hadirku hanya pelengkap, lepaslah! Tidak apa-apa, ceritaku akan tetap berjalan dan jauh lebih lengkap dengan kehilanganmu.

Tuhan tidak menghidupkanku dalam keabadian atau bahkan waktu dan umur yang sangat panjang, paling tidak aku menghargai keberadaanmu meskipun mataku sembab menanti hadirmu hari itu.

Aku lupa tentang janji-janji tepat pukul 03.00 pagi yang membuatku melambung tinggi, aku lupa caramu berbicara padaku dengan lembut seolah aku siap melakukan apapun untukmu meski nyawaku tercabut.

Kali terakhir aku menatapmu, hatiku berteriak nyaring. "Aku lupa alasanku untuk jatuh cinta denganmu".

Suatu ketika

(Kadang-kadang) aku membiarkan kepala dan hariku terisi dengan rindu. Seperti anak kecil yang menangis mengharapkan permen yag diambil dari sang kakak. Mungkin tangisku seperti itu

Ada cerita-cerita dari balik tembok berlapis baja yang tidak membiarkanku untuk masuk dan keluar. Aku terjebak diantara keduanya. Hidup diantara kepengapan dan gelap seolah aku mulai masuk pada dua keadaan yang tidak bisa aku jelaskan. Hidup atau mati.

Tidak akan berguna percayaku jika terlau tipis harapanku.

Lonceng itu mulai berbunyi, mungkin habis waktuku. Tidak apa-apa paling tidak aku sudah menyematkan sesal pada dadamu yang perlahan tapi pasti mati dironggoti rindu.

Musim pasti berganti tapi hatimu telah terpatri. Sejenak rahangmu mengeras, sejenak melunak. Mungkin dadamu sesak, mungkin juga terasa nyeri, mungkin langkahmu tegap, mungkin langkahmu gontai

Lalu mana yang membuat dadamu hampir meledak? Jatuh cinta atau patah hati?

Tuesday 14 February 2017

Kamuflase

Terkadang berkilau, terkadang biasa saja dan terkadang kusam. Ceritaku tidak semenarik cerita-cerita sinetron yang melegenda itu.

Tidak juga terlalu drama hingga meratap dan kakimu tidak bisa berdiri dengan tegap. Jauh dari kesan hangat dan penuh dengan romantisme.

Hanya biasa saja mungkin banyak berbahagia atau sebaliknya atau mungkin sama diantara keduanya.

Tak tok tak tok tak tok!

Suara pantofel-pantofel itu begitu berisik, sama seperti kicauan-kicauan yang selalu saja mengusik. Mungkin aku yang tidak terbiasa atau mereka yang tidak dewasa.

(Semua berdiri tegak pada tembok tipis. Mungkin sekali tiup juga roboh).

Ada batas-batas yang terlanggar dalam sebuah norma, lalu asumsi-asumsi itu membuat seolah-olah tidak apa-apa. Tidak ada sepasang mata, mulut apalagi hati.

Mereka bilang mereka cukup pintar. Mungkin sudut pandangku dan sudut pandangmu saling berkelakar didalam kepintaran-kepintaran itu.

Kamu tidak perlu menghardik pun demikian dengan aku yang tidak sedang bergimmick.

Ooooh mungkin kita perlu ke pantai atau ke gunung! Hanya mengingatkan bahwa sudut-sudutmu terlalu sempit dan dangkal.