Tuesday 1 March 2016

Jejak kaki

Terkadang langit yang mendung tidak selalu menurunkan hujan. Lalu aku tidak membiarkan tertawaku melampaui batas bahagiaku.

Aku takut semua berakhir seperti petir yang menyambarku pada siang. Kemudian dia berlubang lalu aku kembali memanggilnya dengan kenangan.

Hingga ketika jemariku dan jemarimu saling berpelukan aku menginginkan seluruh jarum jam menjadi rusak, berhenti bergerak, dan kehilangan detak.

Paling tidak jika itu terlalu berlebihan aku ingin putaran waktu lebih melamban sebentar. Tapi nyatanya tetap tidak, karena kenyataan membangunkanku seperti menampar.

Adalah aku sosok yang membenamkan luka pada setiap tawa dan kata lalu menjadikannya sebuah dusta dengan membangun cerita dan mengharap semua akan baik-baik saja hanya dengan cinta.

Terlalu munafik rasanya!

Alam memiliki cerita, tapi dia terlalu menyimpannya rapat. Membuatku menanyakan banyak hal. Apa merah akan tetap merah? Apa hijau akan tetap hijau dan kuning akan tetap kuning?

Dan kamu..... apa kamu akan tetap menjadi seperti sosok yang aku kenal dulu?

Aaaah.......Paling tidak aku membiarkan semua ceritaku mengalir dan sebelum perjanjian waktuku berakhir, aku telah mempercayai takdir.

Bahwa aku dan kamu pernah menebarkan begitu banyak harapan-harapan pada langit dan kita pernah memberi jejak-jejak kaki pada bumi.

No comments:

Post a Comment