Tuesday 9 February 2016

Tentang asing

Aku pernah mencintaimu dengan sabar. Lalu kamu meminta hadirku kembali melebihi dari sekedar.

Kita adalah dua anak manusia yang hanya mencoba, tidak mengapa jika kita akhirnya memutuskan untuk menjadi tidak ada.

Aku pernah begitu mengiba pada hatiku sendiri, menjatuhkan hatiku, membiarkannya kehilangan nyawa pada raga yang dulu dia sebut dengan cinta.

Tidak banyak yang aku pinta padamu. Pun sedari dulu tetap begitu. Bahkan saat rintik hujan untuk kesekian kali menangisi bumi tanpamu atau mungkin terlalu tinggi sepertinya harapku padamu. 

Setidaknya jika aku benar menjadi yang teristimewa perlakukanlah aku dengan cara bahagia.

Takdir memang mengantarkan kita pada hari dimana kita berdiri kala itu. Tapi jika takdir mengikrarkan dirinya sendiri pada janji tentang pergi. Apa kita berdua akan tetap memiliki? Atau asing namun memiliki?

Mungkin kamu adalah bulan dan aku matahari. Kita mungkin pernah berdiri pada satu tempat yang sama. Tapi kita tidak akan pernah saling bertemu pada satu titik bersamaan.

Jangan tanyakan tentang kecewa padaku. Aku hampir menghunuskan pedangku padanya. Membunuhnya adalah cara terbaik untuk menghilangkan jejak luka.

Tanya padaku tentang apa mimpiku. Maka jawabku aku hanya tidak ingin menjadi penafsir bahasa kalbumu.

No comments:

Post a Comment