Tetesan embun pada pagi, membuatku tersadar bahwa bulan akan segera pergi.
Jangan memberi harap pada cemas. Sudah kurendahkan egoku pun kamu tetap tidak memahami hatiku yang begitu memelas.
Hampir ku usap butiran embun itu tapi tidak kulakukan. Aku masih mengharap fajar yang menghapusnya meski perlahan.
Aku tetap menyukai gerimis meski semua ceritaku tidak selalu berujung dengan manis
Aku tetap menyukai pemandangan lampu kota meski tatapan mataku nanar memandang luka
Kamu tidak akan memahami bagaimana satu daun mampu bertahan pada kayu yang lapuk
Terakhir saat tanganku bergerak sendiri menghapus embun meninggalkan bekas pada kaca. Tidak banyak yang aku harap selain bahagia.
Jika bisa, aku hanya ingin menikmati fajar sampai senja tiba tanpa luka
Lalu bagaimana caranya aku menemukan fajar dan senja?
Seperti dua nama yang berbeda dan hadir pada waktu yang tidak sama.
Setidaknya coba jelaskan padaku bagaimana bentuk surga?
No comments:
Post a Comment